Kamis, 09 April 2009

Bijak?

(Bagi siapapun yang besedia meluangkan waktu untuk sejenak merenung)

 

Apa sih, sebenarnya makna kata bijak? Adakah definisi yang pasti dari kata itu? Secara pasti saya berani katakan tidak karena bijak bukan hasil perkalian ataupun pembagian. Singkatnya, definisi kata itu hanyalah persepsi yang bisa sangat beraneka tergantung orang yang menilai.

Setelah sampai pada masalah persepsi, lahan bahasannya pun jadi semakin luas. Namun paling tidak,  kalupun persepsi itu bisa sangat banyak macamnya. Dalam menentukan sebuah definisi, manusia pasti memiliki satu acuan yang relatif serupa sehingga makna yang tercipta tidak akan terlalu jauh berbeda. Mulai pusing? Ok! Kita kembali ke kata bijak. Satu hal yang sangat disayangkan ketika kita ternyata lebih menyepadankan kata bijak dengan hal-hal yang terkesan nyaman, tidak memusingkan, indah dipandang, merdu didengar, dan pokoknya yang enak-enak dirasa. Begitukah?

Mungkin saya tak berhak mengatakan bahwa pendapat itu salah. Karena kembali, masalah ini tak dapat dianalogikan dengan masalah 2x2 = 4. Sebenarnya saya sepakat ketika kita beranggapan bahwa acuan kata bijak adalah hal-hal yang mengarah kepada sesuatu yang baik. Tetapi saya benar-benar tak yakin jika kata bijak disepadankan dengan hal-hal yang nyaman. Pernahkah terpikir di benak kita tentang kebijakan apa yang diambil Khidir, seorang nabi yang sengaja membocori kapal yang tengah ia tumpangi? Bahkan ia juga diriwayatkan membunuh seorang anak laki-laki yang di mata kita belum jelas salahnya.

Terlalu jauhkah, analogi itu? Bisa jadi. Lalu bagaimana dengan keputusan dokter mengamputasi bagian tubuh pasien untuk mencegah tersebarnya penyakit atau kebusukan ke bagian tubuh lain yang masih sehat? Masihkah dianggap sebuah kejahatan? Bebas. Namun, kalaupun mata kita terletak di depan, apakah kita tak bisa melihat lebih luas ke sisi kiri, kanan, atas, dan bawah untuk mencari satu rahasia yang mungkin tidak selalu terletak di hadapan kita?

Setidaknya, pesan yang terkandung dari uraian di atas tak lain adalah kesadaran. Kesadaran yang perlu kita tumbuhkan saat berhadapan dengan hal-hal yang belum kita pahami, kesadaran untuk tidak berkesimpulan subjektif sebelum mengerti maksud orang lain, kesadaran untuk tidak berpresepsi negatif sebelum yakin persepsi orang tersebut jelek, dan kesadaran untuk menghargai sebelum merasa berhak untuk dihargai.

Sekian saudaraku, tulisan ini hanyalah hasil renungan dari penulis yang selalu tertarik untuk memikirkan hal-hal baru yang menurutnya layak untuk dikaji. Maaf! Jika dari tulisan ini muncul kesan sok tahu, sombong, menggurui, dan sebagainya. Mudah-mudahan tidak karena bukan itu maksud dari tulisan ini. Bahkan jika ada persepsi lain, saya hargai andai ada orang yang tertarik untuk bertukar pikiran tanpa kesan terprovokasi oleh secarik kertas ini.

 

Billahi fi sabilil haq! Wassalamu alaikum Wr. Wb!

 

 

                                                                                                                        Salma Karami

                                                                                                                       

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar