Rabu, 29 April 2009

Der Verdacht

Von: Friedrich Dürrenmat

In diesem Roman handelt es sich um einen Polizei Kommissär, der Hans Bärlach heisst. Bärlach soll ins Krankenhaus bleiben, weil er Herzenfall bekam. Dort hat Dr. Samuel Hungertobel für ihn gesorgt. Wegen seiner Krankheit muss er operiert werden. Deshalb muss er länger im Krankenhaus noch bleiben, weil er noch nicht gesund ist. Dr. Hungertobel ist sein alter Freund. Während im Krankenhaus liest Bärlach eine Zeitung. In der Zeitung steht, dass einer Lagerarzt heisst Nehle Operation ohne Narkose in Konzentrationslager Stutthof macht. Dann fragt Bärlach über diese Operation nach Dr. Hungertobel. Diese Frage macht Hungertobel nervös, weil er sich an Emmenberger erinnert. Aber, dann ist Hungertobel gleichgültig. Endlich spricht Hungertobel darüber.

Er fragt das diese Operation da ist, sogar hat er diese Operation gemacht. Danach sucht Bärlach die Information über Nehle, weil er über dunkel Vergangenheit als Lagerarzt eines KZ aufdecken will. Aber polizeiliche Investigation ergeben, dass Nehle schon durch selbstmord im Jahr 1945 aus dem Leben geschieden ist. Deshalb Bärlach ist sehr neugierig und er möchte sein Verdacht beweisen, dass Emmenberger ein Mörder ist und er hat die Menschlichkeit vernichtet. Dann geht er zusammen mit Hungertobel nach Zürich. Dort lässt er sich als Patient im Krankenhaus des Emmenbergens "Sonnenstein" einweisen. Er ist dort unter dem Namen Blaise Kramer. Krankenschwester, die sich für ihn versorgt, heisst Kläri und seine Ärztin ist Dr. Edith Marlok. Dr. Marlok ist die Geliebte des Emmenbergers. Dr. Emmenberger hat Bärlach Insulinkur gemacht, deshalb ist Bärlach kraftlos und er ist fünf Tage ohnmächtig. Sodass er nicht weiss, dass das erste Tag da neue Jahr schon vorbei ist. Endlich wissen Dr. Marlok und Emmenberger, wer eigentlich Herr Kramer ist. Sie wissen von der Zeitung "Der Bund".

Dr. Emmenberger will Bärlach in achteinhalb Stunden operieren. Die Operation ist immer nicht gelungen. Emmenberger hat auch Ulrich Friedrich getötet, wegen seinem Bericht. Er ist ein Schriftsteller. Ausserdem will Dr. Hungertobel auch von Emmenberger getötet werden.

Um 7 Uhr kommt Emmenberger nicht, dann erscheint Jude Gulliver. Gulliver ist kein Mensch, aber er will Bärlach helfen und er hat Emmenberger getötet. Als Gulliver noch lebte, wurde er von Nazis erschossen. Sogar hat Nehle ihn ohne Narkose operiert. Der Zwerg, der Hungertobel töten will, wird von Gulliver besiegt. Dieser Roman wird mit dem Tod des Bärlach beendet. Endlich kommt Dr. Hungertobel, um ihn nach Bern Züruckzubringen.


Contoh Percakapan dalam Bahasa Jerman

Einer Frau in einer Notsituation zu helfen, ist nicht Jedermann's Sache. Um jeder Art von Arbeit aus dem Wege zu gehen, kann ein Deutscher seine eigene Sprache nicht mehr. - Gute Unterhaltung, und ..

Kamis, 09 April 2009

Tawakal Ataukah Tak Paham?

(Sebuah Cermin dari Mentalitas Anak Negeri)

Oleh : Andris Susanto

"Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman…"

Sepenggal lirik yang sempat tersohor dari Koes Ploes. Lirik yang menggambarkan betapa kaya dan suburnya negeri kita. Namun dalam perjalanannya, negeri ini seperti tenggelam dalam keprihatinan dan keterpurukan. Anak bangsa sekarang ini seperti hidup di tanah kering kerontang dan miskin sumber daya alam. Jamrud Khatulistiwa hanyalah kisah yang menyisakan kesengsaraan bangsa pribumi dan gelak tawa bangsa asing. Masih banggakah kita dengan kekayaan yang belum juga bisa kita nikmati?

Miris memang ketika kita harus bercerita tentang kondisi yang melanda Indonesia pada saat ini. Tapi apa hendak dikata, fakta tak dapat disangkal dan dengan terpaksa kita harus jujur bahwa negeri ini masih meminta para pewarisnya untuk bersabar dan bertahan dalam kekurangan. Harga barang kebutuhan yang mahal, harga bahan bakar minyak yang terus naik, tingginya angka pengangguran, lemahnya penegakan hukum, biaya pendidikan yang tinggi, sampai susahnya mendapatkan layanan kesehatan, adalah rangkaian permasalahan bangsa kita yang belum juga menemui titik terang. Siapakah yang bertanggungjawab atas segala penderitaan ini?

Jika mencari siapa yang salah dan bertanggungjawab atas semua ini, tentu akan sulit karena setiap orang memiliki daya resistant tinggi untuk beralibi dan melakukan pembelaan atas apa yang telah dilakukannya. Yang paling mudah sekarang adalah melihat dan berkata jujur tentang siapa yang jadi korban atas segala ketimpangan yang ada di negeri ini?

Rakyat kecil yang harus mencari alternatif bahan bakar karena mahalnya harga minyak tanah, nelayan kecil yang sampannya kalah bersaing dengan pukat harimau para pencuri ikan, korban-korban ketidakadilan karena hukum masih dapat dibeli, para pengangguran yang hanya bisa bingung karena memiliki tingkat pendidikan yang rendah, anak-anak buta huruf yang tidak dapat mengakses pendidikan karena tak memiliki biaya (Angka buta huruf mencapai 18 juta jiwa untuk anak usia 10 tahun ke atas), dan rakyat kecil yang hanya dapat mengerang dalam sakitnya karena tidak kuasa untuk berobat ke dokter, adalah contoh-contoh nyata dari sekian banyak penderitaan yang ada di negeri tercinta ini. Tidak adakah usaha untuk membebaskan diri dari penderitaan-penderitaan itu?

Tidak ada orang yang menginginkan dirinya tertindas. Begitu juga dengan Bangsa Indonesia. Bangsa ini bukan belum pernah berteriak dan berjuang melawan penindasan. Mulai dari era '45 yang disebut-sebut sebagai titik kulminasi, era '66 yang memunculkan Orde Baru, era '98 yang melahirkan Zaman Reformasi, sampai era sekarang yang merupakan lanjutan Zaman Reformasi yang belum juga kelar, bangsa ini senantiasa bangkit melawan ketidakadilan. Namun sayangnya, perjalanan Bangsa Indonesia bak keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya. Setelah terbebas dari satu kesengsaraan, kita seperti terbelenggu oleh kesusahan yang baru. Dan yang paling mengenaskan, rakyat seperti terbiasa hidup dalam penderitaan. Tawakal kah mereka? Ataukah mereka tidak paham untuk mengidentifikasi apa itu penderitaan?

Contoh riil dari asumsi di atas adalah ketika kita diterpa Krisis Moneter sekira tahun '97. saat itu hampir semua barang kebutuhan mengalami lonjakan harga. Apakah setelah itu harga kembali turun? Tidak! Tapi yang terjadi kita seperti berusaha paham dan memaklumi keadaan tersebut. Dan kehidupan pun berjalan kembali seperti biasa. Contoh terbaru adalah rangkaian kenaikan BBM yang rencananya akan berlanjut pada Januari tahun depan. Rakyat kecil kembali tertindas. Beribu mahasiswa turun ke jalan menentang kebijakan kenaikan tersebut. Namun apa yang terjadi kemudian? Hanya beberapa saat pasca kenaikan per 1 Oktober gelombang perlawanan itu kembali menyurut malahan akhirnya kita terkecoh berebut dana konpensasi yang sungguh tidak dapat dijadikan solusi dari kenaikan BBM tersebut. Apakah itu yang dinamakan dengan teori, "nasi telah jadi bubur"?

Contoh Surat Lamaran

Petra Muster

Musterstrasse 1

9999 Musterdorf

                                                                                                   Mustermann AG

                                                                                                   Herr Peter Mustermann

                                                                                                   Mustermanngasse 1

                                                                                                   8888 Musterstadt

Musterdorf, 29. August 2002

 

Bewerbung als Produktspezialistin im Aussendienst

Sehr geehrter Herr Mustermann

Ihre Stellenausschreibung im Tages-Anzeiger vom 27. August 2002 hat mein Interesse ge­weckt. Zur Zeit bin ich daran, den nächsten Schritt in meiner beruflichen Zukunft zu realisieren. Aus diesem Grund bewerbe mich um diese Stelle.

Dank meiner erfolgreichen mehrjährigen Aussendiensttätigkeit in einem Pharma­-Unterneh­men bin ich mit diesem Kundensegment bestens vertraut. Folgende Aufgaben gehörten zu meinem Ver­antwortungsbereich:

·      Vorstellung, Verkauf und Schulung von diagnostischen wie auch pharmazeutischen Produk­ten

·      Selbständige Betreuung der Kunden im zugeteilten Verkaufsgebiet

·      Selbständige Akquisition von Neukunden

Ich wünsche mir eine Aufgabe, in welcher ich meine besonderen Stärken wie Freude am Kun­den­kontakt, Selbständigkeit, Initiative und Wille zum Erfolg nutzbringend für meinen neuen Arbeitge­ber und meinen neuen Kunden einsetzen kann.

Ich bin überzeugt, gute berufliche und persönliche Voraussetzungen für eine erfolgreiche Zu­sammenarbeit in Ihrem Unternehmen mitzubringen. Gerne gebe ich Ihnen in einem persönli­chen Gespräch noch mehr Auskunft über meine Person, meine beruflichen Erfahrungen und Zielsetzungen.

Ich freue mich auf Ihre Ant­wort und wünsche Ihnen zwischenzeitlich schöne Sommertage.

 

Mit freundlichen Grüssen

 


Petra Muster

Bijak?

(Bagi siapapun yang besedia meluangkan waktu untuk sejenak merenung)

 

Apa sih, sebenarnya makna kata bijak? Adakah definisi yang pasti dari kata itu? Secara pasti saya berani katakan tidak karena bijak bukan hasil perkalian ataupun pembagian. Singkatnya, definisi kata itu hanyalah persepsi yang bisa sangat beraneka tergantung orang yang menilai.

Setelah sampai pada masalah persepsi, lahan bahasannya pun jadi semakin luas. Namun paling tidak,  kalupun persepsi itu bisa sangat banyak macamnya. Dalam menentukan sebuah definisi, manusia pasti memiliki satu acuan yang relatif serupa sehingga makna yang tercipta tidak akan terlalu jauh berbeda. Mulai pusing? Ok! Kita kembali ke kata bijak. Satu hal yang sangat disayangkan ketika kita ternyata lebih menyepadankan kata bijak dengan hal-hal yang terkesan nyaman, tidak memusingkan, indah dipandang, merdu didengar, dan pokoknya yang enak-enak dirasa. Begitukah?

Mungkin saya tak berhak mengatakan bahwa pendapat itu salah. Karena kembali, masalah ini tak dapat dianalogikan dengan masalah 2x2 = 4. Sebenarnya saya sepakat ketika kita beranggapan bahwa acuan kata bijak adalah hal-hal yang mengarah kepada sesuatu yang baik. Tetapi saya benar-benar tak yakin jika kata bijak disepadankan dengan hal-hal yang nyaman. Pernahkah terpikir di benak kita tentang kebijakan apa yang diambil Khidir, seorang nabi yang sengaja membocori kapal yang tengah ia tumpangi? Bahkan ia juga diriwayatkan membunuh seorang anak laki-laki yang di mata kita belum jelas salahnya.

Terlalu jauhkah, analogi itu? Bisa jadi. Lalu bagaimana dengan keputusan dokter mengamputasi bagian tubuh pasien untuk mencegah tersebarnya penyakit atau kebusukan ke bagian tubuh lain yang masih sehat? Masihkah dianggap sebuah kejahatan? Bebas. Namun, kalaupun mata kita terletak di depan, apakah kita tak bisa melihat lebih luas ke sisi kiri, kanan, atas, dan bawah untuk mencari satu rahasia yang mungkin tidak selalu terletak di hadapan kita?

Setidaknya, pesan yang terkandung dari uraian di atas tak lain adalah kesadaran. Kesadaran yang perlu kita tumbuhkan saat berhadapan dengan hal-hal yang belum kita pahami, kesadaran untuk tidak berkesimpulan subjektif sebelum mengerti maksud orang lain, kesadaran untuk tidak berpresepsi negatif sebelum yakin persepsi orang tersebut jelek, dan kesadaran untuk menghargai sebelum merasa berhak untuk dihargai.

Sekian saudaraku, tulisan ini hanyalah hasil renungan dari penulis yang selalu tertarik untuk memikirkan hal-hal baru yang menurutnya layak untuk dikaji. Maaf! Jika dari tulisan ini muncul kesan sok tahu, sombong, menggurui, dan sebagainya. Mudah-mudahan tidak karena bukan itu maksud dari tulisan ini. Bahkan jika ada persepsi lain, saya hargai andai ada orang yang tertarik untuk bertukar pikiran tanpa kesan terprovokasi oleh secarik kertas ini.

 

Billahi fi sabilil haq! Wassalamu alaikum Wr. Wb!

 

 

                                                                                                                        Salma Karami

                                                                                                                       

 


Rabu, 18 Maret 2009

Psikologi Perkembangan Remaja

Psikologi Perkembangan Masa Remaja (Adolescence)

Masa Remaja menunjukan masa transisi dari masa kanak-kanak kemasa dewasa. Suatau tahap transisi menuju ke status orang dewasa mempunyai beberapa keuntungan. Tahap transisi memberi remaja itu suatu masa yang lebih panjangt untuk mengembangkan berbagai keterampilan serta untuk mempersiapkan masa depan, tetapi masa itu cendrung menimbulkan masa pertentangan (konflikkebimbangan antara ketergantungan dan kemandirian1. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari umur tiga belas sampai enam belas tahun atau tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia enam belas atau tujuh belas sampai usia delapan belas tahun, yaitu usia matang secara hukum. Awal usia rremaja biasanya disebut sebagai usia belasan. Meskipun remaja yang lebih tua sebenarnya masih tergolong anak belasan tahun sampai ia mencapai usia dua puluh satu tahun , namun stilah usia belasan tahun yang secara popular dihubungkan dengan pola perilaku khas remaja tersebut. Biasanya disebut pemuda pemudi atau disebut kawula muda, yang menunjukan bahwa masyarakat belum melihat adanya perilaku yang matang selama awal masa remaja2.

Jumat, 20 Februari 2009

Bagaimanakah Perjalanan Kurikulum Nasional (pada Pendidikan Dasar dan Menengah) ?

Oleh : R. Bambang A. Soekisno
Selayang Pandang Perjalanan Kurikulum Nasional
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan direncanakan pada tahun 2004. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
a. Kurikulum 1968 dan sebelumnya
Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

b. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut.
Berorientasi pada tujuan
Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).
Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.
c. Kurikulum 1984
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah sebagai berikut.
Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah
Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik
Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah
Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.
d. Kurikulum 1994
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut.
Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut.
Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran
Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu
Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
e. Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi
Tahun 2002 dan 2004
Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soejadi (1994:36), khususnya dalam mata pelajaran matematika mengatakan bahwa kegiatan pembelajaran matematika di jenjang persekolahan merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji terus menerus dan jika perlu diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan murid serta tuntutan lingkungan.
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagai sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
Kurikukum yang dikembangkan saat ini diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. Competency Based Education is education geared toward preparing indivisuals to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000: 89). Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Sejalan dengan visi pendidikan yang mengarahkan pada dua pengembangan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang, maka pendidikan di sekolah dititipi seperangkat misi dalam bentuk paket-paket kompetensi.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Puskur, 2002a). Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah sebagai berikut.
(1) Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks.
(2) Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.
(3) Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.
(4) Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.
(Puskur, 2002a).
Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur, 2002a).
Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.
Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu:
(1) pemilihan kompetensi yang sesuai;
(2) spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi;
(3) pengembangan sistem pembelajaran.
Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
(Puskur, 2002a).
Struktur kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam suatu mata pelajaran memuat rincian kompetensi (kemampuan) dasar mata pelajaran itu dan sikap yang diharapkan dimiliki siswa. Mari kita lihat contohnya dalam mata pelajaran matematika, Kompetensi dasar matematika merupakan pernyataan minimal atau memadai tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah siswa menyelesaikan suatu aspek atau subaspek mata pelajaran matematika. (Puskur, 2002b). Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika merupakan gambaran kompetensi yang seharusnya dipahami, diketahui, dan dilakukan siswa sebagai hasil pembelajaran mata pelajaran matematika. Kompetensi dasar tersebut dirumuskan untuk mencapai keterampilan (kecakapan) matematika yang mencakup kemampuan penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika.
Struktur kompetensi dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut.
Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian.
Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?”. Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk menilai apakah siswa telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Indikator bukan berarti dirumuskan dengan rentang yang sempit, yaitu tidak dimaksudkan untuk membatasi berbagai aktivitas pembelajaran siswa, juga tidak dimaksudkan untuk menentukan bagaimana guru melakukan penilaian. Misalkan, jika indikator menyatakan bahwa siswa mampu menjelaskan konsep atau gagasan tertentu, maka ini dapat ditunjukkan dengan kegiatan menulis, presentasi, atau melalui kinerja atau melakukan tugas lainnya.

–[if !supportLists]–>f. Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan kurikulum berbasis kompetensi sebelumnya (versi 2002 dan 2004), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai dari tujuan, visi – misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga pengembangan silabusnya.
(disebarluaskan juga oleh S Cipto A dengan alamat http://kesadaransejarah.blogspot.com dan oleh http://www.e-smartschool.com, serta oleh http://alumni-xaverius.zai.web.id)